Ki Jae adalah Camat, penduduk asli, kecamatan Parabangau. Hanya dengan hitungan minggu saja Ki Jae akan pensiun. Ia terkenal familier dan cerdas memanfaatkan peluang. Entah permasalahan apa yang saat ini menjadi pemicu, di tubuh atau di dalam keluarga Ki Jae, sehingga tega mencetuskan keputusan yang sekaligus menjadi “Keputusan Tidak Resmi” Camat kecamatan Parabangau. Dari setiap desa di wilayahnya diwajibkan setor Rp3000,00 per e-KTP kepadanya, bila pengambilan e-KTP mau dilaksanakan di desanya masing-masing.
Demikian juga desa Bangausawah, yang letak kantor desanya jauh dari kantor kecamatan Parabangau. Di dalam pertemuan mingguan dengan aparatur desa, BPD dan lembaga desa yang ada, Kepala Desa (Kades) Bangausawah menyodorkan hal ini. Sekaligus“Keputusan Tidak Resmi” Camat itu menjadikannya dilematik. Yang sangat ia takutkan tudingan masyarakat, seandainya “Keputusan Tidak Resmi” Camat tersebut diberlakukan. Kades menjadi kambing hitam Camat. Masyarakat desa Bangausawah tidak tahu alur kemana arah ujungnya mengalir aliran uang. Andaikata diterangkan yang sebenar-benarnya, malah akan memperumit keadaan, memperlambat sampainya e-KTP kepada yang sah para pemegangnya. Tetapi akankah hidangan kambing hitam selalu menjadi santapan sehari-hari dirinya, BPD, aparatur dan lembaga desanya? Belum lagi antipati masyarakat. Menghayati lebih dalam sesungguhnya Ki Jae termasuk orang-orang cerdik buruk, pandai menipu, suka mengakali orang dengan memanfaatkan situasi dan kondisi. Ki Jae dan oknum-oknum petugas negara lainnya selalu lempar batu sembunyi tangan dan selalu mencuci tangan sebersih-bersihnya.
“Bila penduduk tidak keberatan oleh “Keputusan Tidak Resmi” Pak Camat, e-KTP Rp3000,00 per e-KTP pengambilannya akan dilaksanakan di kantor desa. Bila penduduk keberatan, pengambilan e-KTP akan dilaksanakan di kantor kecamatan!”
“Bukankah dari sananya e-KTP sampai di tangan penduduk itu benar-benar gratis Pak Kades?” tanya Pak Kepala Dusun (Kadus) Sawahkering.
“Ya. Aturannya memang begitu Pak Kadus Sawahkering! Dan menjadi tanggungan Pemerintah atau Negara …,” jawab Pak Kades, “yang akan menjadi tanggungan masyarakat desa kita adalah biaya datang dan pulang, ke atau dari kantor tempat pengambilan e-KTP tersebut. Saat ini, di dalam pertemuan ini, hal ini akan kita musyawarahkan bersama, setelah terjadi keputusan harus kita pertanggungjawabkan bersama-sama. Seperti tadi yang Pak Kadus Sawahkering katakan, satu sisi e-KTP gratis, satu sisi Camat Parabangau meminta per e-KTP Rp3000,00. Andai pengambilannya dilaksanakan di kantor desanya masing-masing, di seluruh wilayah kecamatan Parabangau. Beliau murni meminta kepada saya, atas nama rakyat desa Bangausawah, per e-KTP Rp3000,00. Juga beliau menambahkan pihak desa jangan memikirkan biaya lain-lain yang bersangkutan dengan hal itu. Seperti para petugas, peralatan mesin sidik jari e-KTP dan sejenisnya, akan menjadi tanggungan Pak Camat. Asal permintaannya dikabulkan, katanya.”
“Sangat keberatan Pak Kades! Kalaulah jelas yang Rp3000,00 untuk kepentingan pribadi Pak Camat setelah dihitung biaya pengeluarannya, sangat banyak lebihnya, Pak Camat seperti pedagang. Sangat besar kemungkinannya penduduk Bangausawah tidak akan menyetujui keinginan Pak Camat tersebut!” usul salah seorang anggota BPD.
Keadaan semakin bertambah hangat oleh cerita perangkat desa lainnya. Ada selentingan bahwa Pak Camat telah ingkar janji kepada para petugas e-KTP. Para petugas e-KTP yang telah ditugaskan di desa-desa merasa dibohongi Camat, ternyata mereka hanyalah bekerja bakti.
“Ya seperti yang telah saya paparkan tadi Pak BPD. Dan saya telah mendapat bocoran dari Pak Sekretaris Desa (Sekdes) dan Pak Bendaharawan, kita akan mampu menjamu dan mengongkosi para petugas e-KTP selama tiga hari bertugas di desa kita! Walaupun orang-orang yang sering memancing di air keruh datang juga …. Mengenai selentingan bahwa Pak Camat seperti begitu, ya katanya memang begitu seperti yang diceritakan tadi yang telah dipaparkan salah seorang petugas e-KTP. Lalu bagaimana keputusannya sekarang? Apakah akan dilaksanakan di kantor desa atau penduduk desa Bangausawah mengambil e-KTP-nya masing-masing ke kantor kecamatan?” Pak Kades menandaskan.
“Begini saja Pak!”, jawab Pak Kadus Sawahdarat, “masyarakat mengambil e-KTP-nya di balai desa saja! Rinciannya Rp3000,00 ditambah hasil bagi dari jumlah biaya orang-orang kita selama tiga hari mendampingi para petugas e-KTP! Menggarisbawahi yang telah diutarakan oleh Bapak, sebelum musyawarah ini, tadi. Masa kita terbengong-bengong saja selama mendampingi para petugas tersebut?”
“Maaf Pak! Bagaimana kalau diajukan penawaran kepada Pak Camat barangkali bisa kurang dari Rp3000,00 per e-KTP?” potong Pak Kadus Sawahkering.
“Ya. Mengenai usul Pak Kadus Sawahdarat, kita pertimbangkan bersama-sama. Dan Pak Kadus Sawahkering, insyaalloh saya nanti akan membicarakannya di kantornya, setelah musyawarah ini selesai! Dan semoga semuanya itu tidak akan terjadi! Seperti yang saya, Pak Sekdes dan Pak Bendaharawan harapkan. Sebaiknya Pak Camat tidak memungut se-sen pun dari sampainya e-KTP ke tangan pemegangnya!” jawab Pak Kades.
“Oh ya! Alangkah baiknya kita tawarkan dahulu kepada masyarakat. Sanggup atau tidaknya pembiayaan, keputusan ada di tangan masyarakat.” tambah Pak Sekdes.
“Ya! Kira-kira kapan kita menggelar musyawarah hal ini dengan masyarakat?”
“Lebih baik lusa Pak Kades hari Jum’at sore! Hari ini buatkan undangan lalu sebarkan hari ini juga Pak!” hampir serempak.
Jumlah e-KTP yang telah selesai dibuat oleh Negara untuk penduduk desa Bangausawah baru 1300 buah dikalikan Rp3000,00 sama dengan Rp3.900.000,00. Sungguh kasihan Ki Jae sebagai Camat Parabangau yang mempunyai gaji bulanan dan tunjangan pensiun, meminta uang kepada rakyat dari 19 desa yang menjadi wilayahnya. Andaikan setiap desa rata sebesar Rp3.900.000,00 x 19 desa = Rp74.100.000,00, beliau dapatkan selama sampainya e-KTP ke tangan sah pemegangnya. Beliau dapatkan selama 3 hari x 19 desa = 57 hari. Total Rp74.100.000,00 : 57 hari = Rp1.300.000,00 pendapatan per hari Camat Parabangau saat terjadi pemindahan e-KTP ke tangan yang sah para pemegangnya.
Biarlah semuanya terjadi seperti mengalirnya aliran air, dari tempat yang lebih tinggi menuju tempat yang lebih rendah. Asalkan masyarakat desa Bangausawah yang kebanyakan bermata pencaharian buruh tani tidak terberatkan ongkos ojek pergi dan pulang ke kantor kecamatan Parabangau, antara Rp8.000,00-Rp10.000,00.
Setelah mendekati satu jam dari musyawarah mingguan bubar, yang tersisa seorang anggota BPD, Pak Bendaharawan dan Pak Sekdes. Pak Kades dari kota kecamatan Parabangau menelpon Pak Sekdes, beliau mengabarkan keputusan akhir. Pak Camat kecamatan Parabangau meminta Rp1.000.000,00 (Satu juta Rupiah) saja untuk 1300 e-KTP masyarakat desa Bangausawah yang telah selesai tersebut.
Lalu bagaimana proyek besar identitas rakyat yang berupa e-KTP yang disedekahkan oleh negara untuk rakyatnya itu? Benarkah sampai di tangan rakyat pemegang sahnya, khususnya rakyat desa Bangausawah, salah satu desa dari Negara Kesatuan Antah-Berantah ini gratis? Kami Kades, perangkat, BPD dan lembaga desa Bangausawah sangat tidak perlu meminta belas kasihan dan sangat tidak perlu akan dijadikan bahan pemikiran atau tindakan penginsafan oknum terkait atau penginsafan para oknum lainnya! Karena kendati jumlah terbanyak mata pencaharian rakyat desa Bangausawah buruh tani, toh kami dan mereka rakyat desa Bangausawah telah membuktikan kemampuan bersedekah kepada orang yang lebih berharta, berduit, bermobil, berumah bagus, berselalu makan makanan yang lezat-lezat.
Berbahagialah wahai Anda rakyat kecamatan Parabangau, uang yang dikeluarkan semoga termasuk sedekah. Karena harta yang disedekahkan dengan ikhlas tidak akan berkurang! Amiin. ***
Dimuatkan ke fiksi kompasiana 30 Juli 2012 | 02:46
http://fiksi.kompasiana.com/dongeng/2012/07/29/berburu-harta-di-penghujung-pensiun-480970.html
Wrote by Miskar Kariti